cover
Contact Name
Nurzamzam
Contact Email
zamzam.law@gmail.com
Phone
+6285242942361
Journal Mail Official
bolrev.borneo@gmail.com
Editorial Address
Jalan Amal Lama No 1 Tarakan Kalimantan Utara
Location
Kota tarakan,
Kalimantan utara
INDONESIA
Borneo Law Review Journal
ISSN : 25806750     EISSN : 25806742     DOI : https://doi.org/10.35334/bolrev.v4i2
Core Subject : Social,
Jurnal Borneo Law Review is the Journal of Legal Studies that focuses on law science. The scopes of this journal are: Constitutional Law, Criminal Law, Civil Law, Islamic Law, Environmental Law, Human Rights and International Law. All of focus and scope are in accordance with the principle of Borneo Law Review.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Volume 2, No 2, Desember 2018" : 10 Documents clear
EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN ATAS PERKARA PERTANAHAN YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP Rama, Yosef
Borneo Law Review Journal Volume 2, No 2, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (588.804 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v2i2.725

Abstract

Eksekusi perkara pertanahan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah perwujudan dari nilai nilai keadilan dan kepastian hukum. Semua pihak sejatinya harus menghrmati dan dan melaksanakan baik pihak yang berperkara maupun pihak ketiga yang terkait. Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap harus dipandang sebagai sebuah kebenaran, karena itu harus dihormati dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai tanggungjawab moral dan tanggung jawab hukum. Secara normatif diatur tentang pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap baik dalam lingkungan peradilan umum maupun peradilan Tata Usaha Negara. Namun dalam tataran implementasi mengalami hambatan hambatan. Eksekusi Putusan pengadilan negeri atas perkara pertanahan yang berkekuatan tetap mendapatkan hambatan-hambatan dari pihak yang kalah.Pihak yang kalah melakukan berbagai upaya untuk menggagalkan eksekusi atas putusan pengadilan yang berkekuata tetap,sehinggadalam pelaksnaannya menggunakan bantuan aparat keamanan. Demikian pula Pengadilan atas perkara pertanahan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara sangat tergantung niat baik Badan atau instansi pemerintah.Hal ini terjadi karena tidak adanya lembaga pemaksa seperti halnya putusan perkara perdata.
PEMBATASAN MASA JABATAN KEPALA DAERAH DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA Ilham Agang, Mohammad
Borneo Law Review Journal Volume 2, No 2, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (740.01 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v2i2.726

Abstract

In accordance with legal issues that have been defined, the findings of this research are (1) the term of office of the head of the region should be limited so that the head region can carry out their duties and functions well as mandated in legislation. It also to prevent abuse of authority; (2) The principle of term limits of heads of regions in Indonesia within the framework of the democratic constitutional state in achieving good governance is that the position of head of the region is limited by time, the substance of the authority and the place or location. In order to run a good political education and consider the moral aspects, the head of region post should be clearly limited in term of its period. (3) The law setting of term limit of head of region in Indonesia under article 7 letters N and O of act number 8 of 2015 concerning election of governors, regents, and mayors clearly noted that they never serve yet as governor, regent and mayor for two period at the same position. The law is very clear that the head and deputy head of the region can only serve two times period and thereafter cannot be re-elected because it is at risk to misuse the authority and tend to perform acts of maladministration. Based on the findings above, this dissertation suggests at least three points (1) the term of office of the head of the region should be limited so that the head region can carry out their duties and functions well as mandated in legislation. It also to prevent abuse of authority; (2) The principle of term limits of heads of regions in Indonesia should be clarified in detail to prevent multiple interpretations among people that ultimately lead to polemic that may interfere the Indonesian government performance. (3) There must be clear legal sanctions against the head of region candidate who violates the requirements to run for election as the head of the region based on Law No. 8 of 2015 concerning Election of governors, regents, and mayors.
Kewenangan Pemerintah Kabupaten atau Kota Terhadap pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Elisa Mou, Gerit
Borneo Law Review Journal Volume 2, No 2, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (965.721 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v2i2.727

Abstract

Berdasarkan amanat Konstutusi dan peraturan perundang-undangan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, maka daerah diberi keleluasaan untuk menggali potensi yang dimilikinya dan salah satu potensi tersebut adalah pajak daerah. Terhitung 1 Januari 2014 pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan dan Perdesaaan, yang selanjutnya disingkat PBB P2 sepenuhnya menjadi hak pemerintah daerah kabupaten/kota sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, (selanjutnya disebut UU PDRD). Kebijakan penyerahan kewenangan pemungutan PBB-P2 kepada Pemerintah Kabupaten/kota menjadi Pajak Daerah berhubungan erat dengan makna otonomi daerah. Kebijakan pelaksanaan otonomi daerah dapat membawa harapan yang menjanjikan bagi keberhasilan mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dengan otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk membuat sejumlah kebijakan yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan aspirasi masyarakatnya
Tinjauan Hukum Ketenagakerjaan dalam Mengatasi Pengangguran Terdidik Pada Era Revolusi Industri 4.0 Susianto, Agus
Borneo Law Review Journal Volume 2, No 2, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (510.619 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v2i2.723

Abstract

This article aims to find the solution to educated unemployment in Industrial Revolution 4.0 era. The issue lies on imparity of the size of the labor force with the inadequacy of job vacancy which adds more problems to employment sector. The data from Badan Pusat Statistik show that unemployment is more prevalent among high school and university graduates than in diploma graduates. On the other hand, many entrepreneurs admit they have difficulties in finding prospective workers who are able to meet the desirable criteria. The existence of regulations that control foreign workers can be accommodated in order to overcome the need for more labor force. However, these regulations have to be examined further, since its existence should not under any circumstances reduce the opportunity of Indonesian labor forces to work in their own country. Solutions are required to overcome these problems. Each party can help reduce the high unemployment rate in Industrial Revolution 4.0. The government plays a crucial role in lessening the rate of educated unemployment. They are able to evaluate labor laws to protect workers and respond to the Industrial Revolution 4.0 era. Moreover, the government is encouraged to review the existing curriculum in each education level in order to assist graduates in developing soft skills and hard skills required in the Industrial Revolution 4.0 era. Each educational unit has to focus specifically to prepare their prospective graduates by implementing more practical learning. Furthermore, graduates should think more innovatively in creating new job opportunities in Industrial Revolution 4.0 era.
Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang Dalam Perspektif Negara Hukum Kesejahteraan Arafat, Yasser; Khairi, Mawardi
Borneo Law Review Journal Volume 2, No 2, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (584.827 KB) | DOI: 10.35334/bolrev.v2i2.724

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang dengan prinsip negara hukum yang berorientasi kesejahteraan. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets). Kebijakan tersebut memunculkan pro-kontra di kalangan nelayan. Bagi nelayan tradisional di sejumlah daerah yang selama ini menggunakan alat tangkap tradisional dan sejumlah lembaga yang concern pada pelestarian lingkungan mendukung kebijakan tersebut. Di sisi lain, nelayan pengguna alat tangkap cantrang justru menolak kebijakan larangan tersebut. Mereka menilai regulasi tersebut justru mematikan mata pencaharian nelayan dan akan mempengaruhi kesejahteraan mereka padahal pemerintah seharusnya memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada nelayan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan kebijakan larangan penggunaan alat penangkapan ikan cantrang sudah sesuai dengan prinsip negara hukum yang berorientasi pada kesejahteraan. Selain melarang penggunaan alat penangkapan ikan cantrang yang selama ini diperbolehkan, pemerintah juga memberikan jangka waktu tertentu untuk memberikan kesempatan kepada semua nelayan cantrang untuk mengalihkan penggunaan alat penangkapan ikan mereka atas dasar pertimbangan keadilan dan kesejahteraan.
Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang Dalam Perspektif Negara Hukum Kesejahteraan Yasser Arafat; Mawardi Khairi
Borneo Law Review Volume 2, No 2, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v2i2.724

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian Kebijakan Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang dengan prinsip negara hukum yang berorientasi kesejahteraan. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets). Kebijakan tersebut memunculkan pro-kontra di kalangan nelayan. Bagi nelayan tradisional di sejumlah daerah yang selama ini menggunakan alat tangkap tradisional dan sejumlah lembaga yang concern pada pelestarian lingkungan mendukung kebijakan tersebut. Di sisi lain, nelayan pengguna alat tangkap cantrang justru menolak kebijakan larangan tersebut. Mereka menilai regulasi tersebut justru mematikan mata pencaharian nelayan dan akan mempengaruhi kesejahteraan mereka padahal pemerintah seharusnya memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada nelayan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan kebijakan larangan penggunaan alat penangkapan ikan cantrang sudah sesuai dengan prinsip negara hukum yang berorientasi pada kesejahteraan. Selain melarang penggunaan alat penangkapan ikan cantrang yang selama ini diperbolehkan, pemerintah juga memberikan jangka waktu tertentu untuk memberikan kesempatan kepada semua nelayan cantrang untuk mengalihkan penggunaan alat penangkapan ikan mereka atas dasar pertimbangan keadilan dan kesejahteraan.
EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN ATAS PERKARA PERTANAHAN YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP Yosef Rama
Borneo Law Review Volume 2, No 2, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v2i2.725

Abstract

Eksekusi perkara pertanahan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah perwujudan dari nilai nilai keadilan dan kepastian hukum. Semua pihak sejatinya harus menghrmati dan dan melaksanakan baik pihak yang berperkara maupun pihak ketiga yang terkait. Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap harus dipandang sebagai sebuah kebenaran, karena itu harus dihormati dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai tanggungjawab moral dan tanggung jawab hukum. Secara normatif diatur tentang pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap baik dalam lingkungan peradilan umum maupun peradilan Tata Usaha Negara. Namun dalam tataran implementasi mengalami hambatan hambatan. Eksekusi Putusan pengadilan negeri atas perkara pertanahan yang berkekuatan tetap mendapatkan hambatan-hambatan dari pihak yang kalah.Pihak yang kalah melakukan berbagai upaya untuk menggagalkan eksekusi atas putusan pengadilan yang berkekuata tetap,sehinggadalam pelaksnaannya menggunakan bantuan aparat keamanan. Demikian pula Pengadilan atas perkara pertanahan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara sangat tergantung niat baik Badan atau instansi pemerintah.Hal ini terjadi karena tidak adanya lembaga pemaksa seperti halnya putusan perkara perdata.
PEMBATASAN MASA JABATAN KEPALA DAERAH DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA Mohammad Ilham Agang
Borneo Law Review Volume 2, No 2, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v2i2.726

Abstract

In accordance with legal issues that have been defined, the findings of this research are (1) the term of office of the head of the region should be limited so that the head region can carry out their duties and functions well as mandated in legislation. It also to prevent abuse of authority; (2) The principle of term limits of heads of regions in Indonesia within the framework of the democratic constitutional state in achieving good governance is that the position of head of the region is limited by time, the substance of the authority and the place or location. In order to run a good political education and consider the moral aspects, the head of region post should be clearly limited in term of its period. (3) The law setting of term limit of head of region in Indonesia under article 7 letters N and O of act number 8 of 2015 concerning election of governors, regents, and mayors clearly noted that they never serve yet as governor, regent and mayor for two period at the same position. The law is very clear that the head and deputy head of the region can only serve two times period and thereafter cannot be re-elected because it is at risk to misuse the authority and tend to perform acts of maladministration. Based on the findings above, this dissertation suggests at least three points (1) the term of office of the head of the region should be limited so that the head region can carry out their duties and functions well as mandated in legislation. It also to prevent abuse of authority; (2) The principle of term limits of heads of regions in Indonesia should be clarified in detail to prevent multiple interpretations among people that ultimately lead to polemic that may interfere the Indonesian government performance. (3) There must be clear legal sanctions against the head of region candidate who violates the requirements to run for election as the head of the region based on Law No. 8 of 2015 concerning Election of governors, regents, and mayors.
Kewenangan Pemerintah Kabupaten atau Kota Terhadap pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Gerit Elisa Mou
Borneo Law Review Volume 2, No 2, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v2i2.727

Abstract

Berdasarkan amanat Konstutusi dan peraturan perundang-undangan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, maka daerah diberi keleluasaan untuk menggali potensi yang dimilikinya dan salah satu potensi tersebut adalah pajak daerah. Terhitung 1 Januari 2014 pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkotaan dan Perdesaaan, yang selanjutnya disingkat PBB P2 sepenuhnya menjadi hak pemerintah daerah kabupaten/kota sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, (selanjutnya disebut UU PDRD). Kebijakan penyerahan kewenangan pemungutan PBB-P2 kepada Pemerintah Kabupaten/kota menjadi Pajak Daerah berhubungan erat dengan makna otonomi daerah. Kebijakan pelaksanaan otonomi daerah dapat membawa harapan yang menjanjikan bagi keberhasilan mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dengan otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk membuat sejumlah kebijakan yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan aspirasi masyarakatnya
Tinjauan Hukum Ketenagakerjaan dalam Mengatasi Pengangguran Terdidik Pada Era Revolusi Industri 4.0 Agus Susianto
Borneo Law Review Volume 2, No 2, Desember 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v2i2.723

Abstract

This article aims to find the solution to educated unemployment in Industrial Revolution 4.0 era. The issue lies on imparity of the size of the labor force with the inadequacy of job vacancy which adds more problems to employment sector. The data from Badan Pusat Statistik show that unemployment is more prevalent among high school and university graduates than in diploma graduates. On the other hand, many entrepreneurs admit they have difficulties in finding prospective workers who are able to meet the desirable criteria. The existence of regulations that control foreign workers can be accommodated in order to overcome the need for more labor force. However, these regulations have to be examined further, since its existence should not under any circumstances reduce the opportunity of Indonesian labor forces to work in their own country. Solutions are required to overcome these problems. Each party can help reduce the high unemployment rate in Industrial Revolution 4.0. The government plays a crucial role in lessening the rate of educated unemployment. They are able to evaluate labor laws to protect workers and respond to the Industrial Revolution 4.0 era. Moreover, the government is encouraged to review the existing curriculum in each education level in order to assist graduates in developing soft skills and hard skills required in the Industrial Revolution 4.0 era. Each educational unit has to focus specifically to prepare their prospective graduates by implementing more practical learning. Furthermore, graduates should think more innovatively in creating new job opportunities in Industrial Revolution 4.0 era.

Page 1 of 1 | Total Record : 10